Antisipasi Pencemaran Udara, YLBH Gresik Minta DLH Tambah Deteksi Udara di Setiap Desa

GresikSatu | Pencemaran udara dari aktivitas industri yang berdekatan dengan permukiman warga menjadi sorotan serius Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Gresik.

Menanggapi kondisi ini, YLBH meminta Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Gresik untuk menambah stasiun deteksi udara (ISPU) di setiap desa atau kelurahan yang berada di sekitar kawasan industri.

Permintaan itu disampaikan langsung oleh Ketua YLBH Gresik, Al Ushudi, saat audiensi dengan DLH Gresik pada Selasa (29/4/2025) lalu.

Ia menilai penambahan titik pemantauan kualitas udara penting untuk mendeteksi potensi polusi udara secara langsung di wilayah pemukiman, khususnya di daerah yang berbatasan langsung dengan perusahaan.

“Dari data yang ada, baru terdapat sembilan stasiun Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) yang tersebar di beberapa kawasan industri di Gresik. Idealnya, alat deteksi ini ditambah di tiap desa atau kelurahan yang masuk ring satu perusahaan,” tegas Ushudi, Kamis (1/5/2025) kepada GresikSatu.

Ia mencontohkan Kelurahan Tlogopojok dan wilayah sekitarnya yang berdampingan langsung dengan sejumlah industri besar. Menurutnya, dengan keberadaan stasiun deteksi di titik-titik tersebut, masyarakat akan lebih terlindungi karena potensi pencemaran bisa segera diketahui.

Tak hanya di wilayah kota, permintaan serupa juga disampaikan untuk desa-desa yang berdekatan dengan kawasan industri Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE) di Manyar.

Apalagi lanjut Hudi, area tersebut, menjadi rumah bagi ribuan industri ke depan, maka sistem pengawasan lingkungan harus diperkuat sejak awal.

Baca juga:  DLH Gresik Ajar Warga Ciptakan Zero Waste Cities

“Ini bagian dari upaya perlindungan terhadap masyarakat yang hidup berdampingan dengan kawasan industri. Jangan sampai mereka menjadi korban akibat pencemaran udara yang tidak terpantau,” ujar pria yang akrab disapa Hudi itu.

Dalam forum tersebut, YLBH Gresik juga meminta DLH Gresik untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang bagaimana cara mengakses data kualitas udara dan melaporkan kondisi lingkungan melalui sistem ISPU. Menurutnya, keterlibatan masyarakat akan mempercepat respons terhadap dugaan pencemaran.

Selain itu, Hudi juga menyoroti pentingnya pengawasan terhadap dokumen lingkungan yang wajib dimiliki perusahaan. Ia meminta DLH tidak kecolongan terhadap pelaporan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) maupun Upaya Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL).

“DLH harus melakukan verifikasi terhadap laporan berkala perusahaan. Apakah benar sesuai dengan dokumen AMDAL/UKL-UPL yang menjadi dasar operasional mereka? Jangan sampai ada perubahan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan izin,” ungkapnya.

Ia juga menegaskan bahwa setiap perusahaan wajib memiliki fasilitas penampungan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (TPS B3). Di samping itu, DLH juga diminta melakukan sampling air dan tanah secara berkala di sekitar kawasan industri untuk mengantisipasi potensi pencemaran yang berdampak ke masyarakat.

“Jangan sampai perusahaan tidak taat aturan dalam pembuangan limbah, baik cair maupun padat. Kalau itu terjadi, yang dirugikan adalah masyarakat,” tandas Hudi.

Baca juga:  Tempat Penitipan Anak Gratis untuk Buruh di Gresik Segera Terwujud, Ini Lokasinya

Menanggapi hal tersebut, Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup (PPKLH) DLH Gresik, Zauji, menjelaskan bahwa masyarakat saat ini sudah dapat mengakses data kualitas udara melalui laman ispu.gresikkab.go.id. Namun, data tersebut masih terbatas pada sembilan titik stasiun yang tersebar di wilayah industri dan kecamatan.

Ia mengakui bahwa salah satu kendala dalam pengawasan lingkungan adalah keterbatasan sumber daya manusia.

Saat ini, hanya terdapat satu Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH) di DLH Gresik, sementara industri yang aktif melaporkan kegiatannya secara berkala berjumlah sekitar 900 perusahaan.

Dari jumlah tersebut, sekitar 800 perusahaan sudah memiliki izin pengelolaan limbah B3.

“Dengan jumlah personel yang sangat terbatas, tentu pengawasan tidak bisa optimal. Tapi kami tetap berupaya semaksimal mungkin,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Tata Lingkungan DLH Gresik, Mohammad Ainul Mubarak, menambahkan bahwa kewenangan DLH kabupaten semakin terbatas sejak terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

“Banyak kebijakan yang kini diambil alih oleh Pemerintah Provinsi maupun Kementerian Lingkungan Hidup, sehingga ruang gerak DLH kabupaten juga ikut berkurang,” ujarnya.

Meski demikian, DLH Gresik menyatakan tetap berkomitmen untuk menjaga kualitas lingkungan dan akan menindaklanjuti masukan dari YLBH Gresik demi menciptakan kawasan industri yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.

Reporter:
Mifathul Faiz
Editor:
Aam Alamsyah
Rekomendasi Berita

Advertisement

Terpopuler