GresikSatu, Tuban | Dalam rangka memperingati Hari Pers Nasional (HPN) 2025, Ronggolawe Press Solidarity (RPS) menggelar dialog interaktif dan tumpengan pada Senin (10/2/2025).
Acara tersebut berlangsung di Radio Pradya Suara 94,6 FM dengan tema “Fenomena Literasi dan Kebiasaan Mencari Informasi di Era Figital.”
Dialog ini menghadirkan dua narasumber, yaitu Yunita Suryani, Kaprodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dari Universitas PGRI Ronggolawe (Unirow) Tuban, serta Ahmad Athoillah dari Jawa Pos Radar Tuban.
Ketua RPS, Khoirul Huda, menjelaskan bahwa dialog interaktif tersebut adalah salah satu rangkaian kegiatan HPN yang sebelumnya telah diawali dengan penanaman pohon dan santunan anak yatim.
“Puncaknya nanti pada 23 Februari, kami akan menggelar senam Poudfit di Taman Hutan Kota Tuban Abipraya,” jelasnya.
Ia juga menegaskan pentingnya kegiatan rutin seperti penanaman pohon dan santunan anak yatim agar RPS selalu dekat dengan masyarakat dan lingkungan.
Terkait literasi media, Huda mengajak masyarakat untuk lebih bijak memilah informasi. Ia menyoroti tantangan dalam era digital di mana sulit membedakan antara berita yang valid dan sekadar informasi palsu.
“Wartawan harus memberikan edukasi kepada masyarakat agar tidak mengonsumsi berita yang tidak benar. Selain itu, kami juga membuka diri untuk menerima kritik dan masukan dari berbagai pihak,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Komunikasi Informatika, Statistik, dan Persandian Tuban yang diwakili Kabid Komunikasi dan Informasi Publik, Rita Zahara, meminta agar insan pers tetap menjaga kode etik jurnalistik.
“Wartawan harus terus beradaptasi dengan teknologi dan menyajikan berita berkualitas serta independen. Komunikasi yang baik dengan masyarakat harus tetap dijaga,” ungkap Rita.
Tantangan Literasi Informasi di Era Digital
Dalam sesi dialog, Yunita Suryani, memaparkan bahwa masyarakat cenderung bergantung pada informasi dari internet. Namun, tidak semua informasi yang tersedia di internet dapat dipercaya.
“Misalnya saat mencari resep masakan, tutorialnya lengkap, tapi saat dipraktikkan hasilnya tidak sesuai. Ini bukti bahwa tidak semua yang ada di internet benar,” ujarnya sambil memberi contoh lain dalam dunia akademik, seperti pencarian referensi ilmiah yang kadang menyesatkan.
Yunita menekankan pentingnya literasi digital, terutama bagi kalangan akademisi dan pendidik. Menurutnya, generasi muda saat ini cenderung menyukai informasi instan tanpa memverifikasi kebenarannya.
“Harus ada upaya untuk mendorong akademisi dan mahasiswa menciptakan konten edukatif yang bermanfaat bagi masyarakat,” tambahnya.
Ahmad Athoillah menyoroti bahwa literasi bukan sekadar kemampuan membaca dan menulis, melainkan kemampuan memahami informasi dari berbagai sudut pandang.
“Saat ini banyak pemuda kehilangan kemampuan tersebut,” katanya.
Ia juga menyoroti perbedaan antara media massa dan media sosial. Media massa memiliki badan hukum dan bertanggung jawab secara regulasi, sedangkan media sosial sering kali menyebarkan informasi tanpa filter.
“Banyak kasus di mana informasi dari media sosial yang salah menyebar luas dan berisiko pidana. Ini terjadi karena rendahnya literasi media,” jelasnya.
Ahmad menegaskan bahwa pers memiliki peran penting dalam memberikan edukasi literasi kepada masyarakat.
“Pers idealnya harus masuk dalam ranah pendidikan agar dapat memberikan literasi yang lebih luas,” tandasnya.
Acara dialog diakhiri dengan prosesi tumpengan di markas RPS Tuban di Balai Wartawan Tuban.