GresikSatu | Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gresik melalui Dinas Perhubungan (Dishub) tengah mengkaji penerapan sistem angkutan feeder dalam kota. Inisiatif ini bertujuan memudahkan akses masyarakat menuju titik-titik transportasi utama seperti halte Bus TransJatim, terminal, stasiun, hingga area pelabuhan.
Kepala Bidang Angkutan Dishub Gresik, Suhartono, menjelaskan bahwa kajian masih dalam tahap awal dan dilakukan secara komprehensif. Dishub Gresik melibatkan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) dan Dishub Jawa Timur sebagai mitra ahli untuk merancang sistem ini secara teknis dan strategis.
“Kami masih menggodok ide tersebut. Saat ini masih dalam tahap kajian bersama ITS dan Dishub Jatim,” ungkap Suhartono, Jumat (16/5/2025).
Sebagai bagian dari proses kajian, Dishub Gresik juga telah melakukan studi banding ke daerah lain yang telah lebih dulu menerapkan sistem feeder, yaitu Blitar dan Madiun.
“Kemarin kami studi banding ke Blitar dan Madiun. Mereka sudah terlebih dulu punya sistem feeder yang berjalan,” jelasnya.
Dari hasil kunjungan tersebut, pihaknya berharap Gresik bisa meniru langkah serupa, terutama mengingat kondisi Gresik sebagai daerah industri yang padat. Suhartono menilai sistem feeder dapat menjadi solusi untuk mengurai kemacetan, khususnya pada jam berangkat dan pulang kerja.
“Gresik ini wilayah industri, banyak pabrik. Jadi kemacetan saat jam sibuk itu tinggi sekali. Harapan kami, dengan feeder ini bisa mengurangi kemacetan. Kecelakaan juga semoga bisa turun, karena data terakhir menyebutkan angka kecelakaan di Gresik termasuk tinggi di Jawa Timur,” katanya.
Saat ini, menurut Suhartono, ada dua skema yang sedang dipertimbangkan untuk penerapan sistem feeder. Pertama adalah pola scrapping, yakni menggandeng pemilik trayek lama dan melakukan transformasi melalui pembaruan kendaraan atau pengalihan peran mereka dalam sistem baru. Kedua, melibatkan pihak ketiga secara penuh untuk mengoperasikan layanan feeder.
“Scrapping itu artinya pemilik trayek lama kita ajak bicara. Apakah mereka bisa tetap terlibat, misalnya sebagai sopir, atau kendaraannya diremajakan dan tetap dipakai. Sedangkan opsi kedua, murni dijalankan oleh pihak ketiga. Semua urusan dengan pemilik trayek lama juga jadi tanggung jawab pihak ketiga,” paparnya.
Namun demikian, Suhartono mengingatkan bahwa opsi kedua harus dikaji matang karena berpotensi memunculkan gesekan jika tidak dikelola dengan komunikasi yang terbuka. Terlebih, pemerintah tidak bisa memberikan santunan langsung kepada pemilik trayek lama karena aturan yang berlaku.
“Itu yang sedang kami kaji. Mana yang lebih efektif dan minim risiko. Keputusannya tetap ada di tangan Pak Bupati,” imbuhnya.
Untuk tahap awal, kawasan kota akan dijadikan lokasi uji coba (pilot project) sistem feeder. Pemilihan ini didasarkan pada tingginya tingkat kemacetan harian di area perkotaan. Selain itu, angkutan kota (angkot) saat ini dinilai sudah tidak diminati masyarakat karena tidak efisien dari sisi waktu dan kepastian jadwal.
“Istilahnya, angkot ini hidup segan mati tak mau. Sepi penumpang karena tidak ada kepastian waktu mereka jalan. Feeder ini berbeda. Mau ada penumpang atau tidak, tetap jalan sesuai jadwal. Jadi lebih bisa diandalkan,” ucap Suhartono.
Rencananya, halte feeder akan tersebar di berbagai titik di Gresik dengan pembagian tiga rute utama, yakni wilayah utara, tengah, dan selatan. Namun, rute pasti masih menunggu hasil final dari kajian yang sedang berjalan.
“Dishub Jatim sudah siap membantu pembangunan haltenya. Tapi titik pastinya masih menunggu hasil kajian rute,” pungkasnya.