GresikSatu | Kasus dugaan penggelapan aset desa dan penyalahgunaan jabatan menjerat Abdul Halim (AH), mantan Kepala Desa Sekapuk, Kabupaten Gresik.
Ia dilaporkan oleh warga karena diduga membawa aset desa dan memanfaatkan kewenangan untuk kepentingan pribadi selama masa jabatannya.
Saat ini, AH sedang menjalani pemeriksaan di Mapolres Gresik, pada Kamis (28/11/2024).
Kasatreskrim Polres Gresik AKP Aldhino Prima Wirdhan membenarkan tentang pengamanan AH mantan Kades Sekapuk yang sempat viral dengan sebutan Kades Desa Miliarder itu.
“Benar diamankan, dan masih pemeriksaan,” ucapnya.
Di Mapolres sendiri, beberapa warga antre untuk dipanggil dalam rangka penyidikan Polres Gresik. Satu diantaranya Ali Sulaiman.
Menurut dia, pihaknya bersama warga lainnya, mengawal kasus ini sudah lama. Bahkan sejak periode mantan kades itu akan berakhir. Polemik itu pun berlanjut, hingga akhirnya warga yang tergabung Masyarakat Sekapuk Berdaulat melakukan pelaporan terhadap AH mantan kepala desa.
“Sudah dua kali ada pemanggilan dari Polres, hingga akhirnya tadi pagi diamankan petugas dari rumahnya. Baru diamankan mungkin karena sekitar lima bulan AH tidak ada di rumahnya, saat coblosan Pilkada 2024, baru kembali terlihat,” ungkapnya, di Mapolres Gresik, Kamis (28/11/2024).
Menurut dia, laporan yang dilayangkan kepada AH merupakan puncak kekecewaan warga atas kesewenang-wenangan mantan Kades dalam mengelola Bumdes. Serta tidak ada keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan kebijakan desa.
“Saat itu sempat dilakukan forum desa yang difasilitasi oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD), saat mantan Kades itu sudah selesai jabatan pada Januari 2024 lalu. Warga menuntut untuk melanjutkan proses ke jalur hukum,” jelasnya.
Proses ke jalur hukum itu, lanjut dia, dimulai dengan adanya dugaan dari penggelapan aset desa. Pasalnya, semua aset desa masih dibawa oleh AH yang saat itu sudah mantan Kades.
“Informasi terakhir, surat-surat aset desa dijaminkan ke Bank. Lantaran untuk membayar utang Bumdes,” tandasnya.
Awal Mula Permasalahan Pengelolaan Bumdes
Ali menceritakan, awal persamalahan hingga AH dilaporkan ke pihak berwajib. Bermula saat akhir 2023, saat itu yang bersangkutan sedang akan habis masa jabatan Kadesnya. Warga mulai perlahan tau apa yang dilakukan AH semasa kepemimpinannya.
“Jadi saat itu, warga menemukan kejanggalan dalam forum yang difasilitasi Dinas PMD. Pasalnya tiba tiba mantan Direktur Bumdes Isowiguno, yang saat ini berubah menjadi Nawa Satya Loka milik Pemdes mengundurkan diri,” ceritanya.
Dalam forum itu, dijelaskan bahwa AH meminta gaji ke Bumdes, senilai Rp 19 juta 500 ribu atas nama komisaris. Permintaan gaji yang fantastis itu dilakuakan karena AH merasa yang punya ide untuk membangun dan mengembangkan wisata.
“Saat itu, satu warga dapat urun saham Rp 2,5 juta, akan dapat satu lembar saham dengan bukti surat, mengetahui Direktur Bumdes dan Kepala Desa,”paparnya.
Selama kurun dua tahun, perputaran saham warga yang dikelola oleh Bumdes dan Pemdes mengalami Dividen. Tahun pertama hasil keuntungan dibagi ke warga yang memiliki saham. Nilainya Rp 500 Ribu.
Namun di tahun kedua, nilainya malah menurun menjadi Rp 400 ribu, hingga tahun selanjutnya tidak ada uang masuk ke warga yang memilki saham.
“Ada kisaran Rp 400 juta, kami tidak ingat lembaran saham yang dilakukan warga. Sisa Hasil Usaha (SHU) setiap tahun dari Bumdes, AH selalu minta jatah, dan ditetapkan sendiri,” tandas pria yang juga mantan Direktur Bumdes tahun 2009 – 2014.
Lain lagi, dengan target PADes dari Bumdes. Setiap tahun AH menargetkan hasil Bumdes disetorkan ke PADes. Anehnya, target yang diminta selalu lebih dari laba. Katakan laba dari Bumdes Rp 900 juta, AH menargetkan sebesar Rp 1 miliar.
“Untuk mencapai target dari yang diinginkan AH. Akhirnya Bumdes pun utang di Bank UMKM, dan Bank BMT Syariah. Utang di bank UMKM kisaran Rp 2 M, dan BMT Syariah 1, 8 M. Saat ini, masih tetap dibayar setiap bulan. Dengan jaminan utang atas nama aset mantan. Termasuk aset desa,” jabarnya.
Hingga akhirnya, masyarakat meminta AH untuk membayar sendiri utang tersebut akibat kebijakan yang dibuat, agar tidak dibebankan kepada masyarakat atau Pemdes.
“PMD menyetujui untuk tidak bayar. Tapi tetap loby pihak Bank dengan Direktur yang baru saat ini,” imbuhnya.
Aset Desa Diduga Digelapakan Eks Kades Sekapuk
Selanjutnya, tentang dugaan penggelapan aset desa. Saat ini, semua dokumen aset desa yang meliputi TKD di beberapa tempat, termasuk dijadikan wisata KPI, lapangan, masjid, serta BPKB kendaraan dibawa oleh AH.
“Terbaru hasil audit dari Inspektorat itu, ada dana senilai 12 M, tidak ditemukan SPJNYA. Contoh, pengadaan bangunan, tempat kuliner di Kpi, menelan anggaran 500 juta, tapi kalau secara matematika dan dari pakar bangunan hanya sampai 300 juta. Anggaran itu, dari PADes,”tambahnya.