Kisah Syekh Maulana Umar Masud, Ulama Penyebar Islam di Pulau Bawean

GresikSatu | Pulau Bawean ternyata menyimpan kisah sejarah panjang, jauh sebelum Islam masuk dan menyebar di wilayah tersebut.

Pada masa kejayaan Kerajaan Majapahit, pulau yang berada di utara Kabupaten Gresik itu pernah dikuasai oleh seorang raja bernama Babileon.

Sang raja menganut paham animisme, aliran kepercayaan terhadap kekuatan gaib pada benda-benda tertentu. Masyarakat saat itu pun masih memegang teguh keyakinan serupa.

Namun, semua berubah sejak kedatangan seorang ulama bernama Syekh Maulana Umar Masud pada tahun 1601. Ulama ini dikenal sebagai tokoh penting yang membawa ajaran Islam ke Pulau Bawean. Meski begitu, perjalanan dakwahnya tidaklah mudah.

Melawan Raja dengan Ilmu Kesaktian

Kedatangan Syekh Maulana Umar Masud ke Bawean harus berhadapan langsung dengan Raja Babileon, penguasa yang sudah lama bercokol di wilayah tersebut.

Dengan mengadopsi pendekatan dakwah ala Wali Songo — penuh kelembutan, keramahan, dan pendekatan budaya — Umar Masud mencoba menyebarkan Islam secara damai. Namun, pendekatan itu belum cukup menggoyahkan keyakinan masyarakat Bawean saat itu.

Puncaknya terjadi adu kesaktian antara Umar Masud dan Raja Babileon di Alun-alun Bawean. Pertarungan berlangsung sengit dalam nuansa spiritual dan ilmu kanuragan. Singkat cerita, Umar Masud berhasil mengalahkan sang raja, dan peristiwa itu menjadi titik balik penyebaran Islam di pulau tersebut.

Baca juga:  Desa Sukaoneng Penuh Berkah, Perantau Pulang Bawa 17 Sapi Kurban

Sejak saat itu, masyarakat Bawean mulai memeluk Islam secara masif dan menjadikan Umar Masud sebagai panutan. Ia pun kemudian dikenal dengan gelar Pangeran Sidiq Maulana Masud, sebuah bentuk penghormatan dari warga Bawean atas perjuangannya.

Naik Ikan Besar Menyeberang Laut

Kisah kedatangan Umar Masud ke Pulau Bawean pun tidak kalah unik. Dalam catatan manuskrip yang disimpan oleh tokoh masyarakat Bawean, R.H. Mohammad Ali Masyhar, disebutkan bahwa Umar Masud tidak datang secara kebetulan. Ia melarikan diri dari pengejaran prajurit Majapahit setelah Kerajaan Giri Kedaton mengalami keruntuhan.

“Datang ke Pulau Bawean pun sangat unik. Umar Masud menaiki ikan besar yang menjadi transportasinya menyebrangi laut,” ungkap Ali Masyhar, dikutip dari Gresiksatu.com, Jumat (30/5/2025).

Dalam pelariannya, Umar Masud tidak sendiri. Ia ditemani oleh kakaknya, Pangeran Sekar. Awalnya, tujuan mereka adalah Arosbaya di Pulau Madura. Namun dalam perjalanannya, keduanya berpisah.

Pangeran Sekar menetap di Madura, sementara Umar Masud melanjutkan perjalanan ke Bawean. Menariknya, dua bersaudara ini kemudian sama-sama dikenal sebagai penyebar Islam di tempat mereka masing-masing.

Baca juga:  Ratusan Santri Pulang Kampung, Tiket Kapal ke Bawean Disubsidi Pemkab Gresik

“Ternyata beliau adalah cucu dari Sunan Drajat, Raden Syarifuddin atau Raden Qasim, yang merupakan bagian dari Wali Songo. Maka tidak heran semangat dakwahnya begitu besar,” tambah Ali Masyhar.

Warisan yang Masih Terjaga

Setelah Raja Babileon dikalahkan, Umar Masud memimpin masyarakat Bawean dalam masa transisi menuju kehidupan Islami. Ia bukan hanya menjadi ulama, tetapi juga pemimpin yang mengayomi rakyat.

Salah satu warisan yang masih dapat ditemui hingga hari ini adalah Masjid Jami’ Sa’adatuddarain, yang berdiri megah di barat Alun-alun Bawean — tempat terjadinya pertarungan bersejarah itu.

“Tidak hanya itu, nama beliau juga diabadikan sebagai nama rumah sakit daerah, yakni RSUD Umar Masud. Ini menandakan bahwa perjuangan beliau tidak boleh dilupakan,” jelas Ali Masyhar.

Syekh Maulana Umar Masud wafat pada tahun 1630 M, setelah lebih dari satu abad berdakwah di Bawean. Kepemimpinan spiritualnya kemudian dilanjutkan oleh satu-satunya putra beliau, Raden Ahmad Ilyas atau dikenal juga sebagai Pangeran Agung, yang memimpin dari tahun 1630 hingga 1661.

Reporter:
Mifathul Faiz
Editor:
Aam Alamsyah
Rekomendasi Berita

Advertisement

Terpopuler