GresikSatu | Tradisi merantau yang melekat pada masyarakat Pulau Bawean, Gresik, telah membentuk jejak sejarah panjang di Malaysia.
Sejak tahun 1920-an, orang Bawean telah meninggalkan kampung halaman mereka untuk mencari kehidupan yang lebih baik di negeri seberang.
Perantauan ini bahkan berlangsung jauh sebelum Malaysia merdeka pada tahun 1957.
Sebagian besar dari mereka akhirnya menetap dan menjadi warga negara Malaysia, membentuk komunitas yang kuat dan memiliki peran penting dalam berbagai sektor.
H Razak, Perwakilan dari Setiausaha Agung Persatuan Bawean Malaysia (PBM), menjelaskan bahwa sejak tahun 1920-an hingga 1950-an banyak warga Bawean datang ke Malaysia untuk mencari penghidupan.
Mereka bekerja sebagai sopir, kontraktor, dan di berbagai bidang lainnya. Kini, keturunan Bawean di Malaysia telah mencapai generasi keempat dan kelima, dengan sebagian besar telah berhasil di bidang bisnis dan jasa.
“Pada periode tersebut, banyak orang dari Indonesia yang merantau ke Malaysia. Mayoritas dari mereka adalah orang Bawean,” ujar Razak, Minggu (9/2/2025).
“Hingga saat ini, warga keturunan Bawean banyak yang memiliki perusahaan konstruksi dan berkarier di berbagai sektor penting di Malaysia,” tambahnya.
Namun, Razak mengakui bahwa masih ada stigma di masyarakat terhadap keturunan Bawean yang membuat sebagian dari mereka merasa malu mengakui asal-usulnya.
“Orang Bawean sering dianggap berasal dari daerah pinggiran, padahal banyak dari mereka yang sukses di sini,” tambahnya.
Di Malaysia sendiri, warga keturunan Bawean membentuk komunitas daerah dan tersebar di beberapa wilayah di Malaysia. Seperti Selangor Sungai Cincin, Gombak, Kampung Pandan, dan Balakong.
Di wilayah-wilayah tersebut, hampir seluruh penduduknya adalah keturunan Bawean. Selain itu, ada juga tempat tinggal komunitas yang dikenal sebagai Pondhuk Pekalongan, Sukaoneng, dan Gelam.
Dalam setiap pertemuan komunitas Bawean, Razak selalu mengajak mereka untuk bangga dengan akar budaya dan asal-usul mereka.
“Kami terus mendorong agar warga keturunan Bawean tidak merasa malu dengan nenek moyang mereka. Di Malaysia, Singapura, Brunei, hingga Vietnam ada banyak orang Bawean. Kami bahkan berharap suatu saat bisa membentuk komunitas ‘ASEAN Bawean’,” tuturnya penuh harapan.
Sementara itu, Ketua Anak Oreng Phebian (AOP) Malaysia, Horsi bin Sainawi, mengungkapkan bahwa warga keturunan Bawean di Malaysia masih berusaha mendapatkan pengakuan identitas di tengah masyarakat setempat.
“Sebagai keturunan Bawean, kami sering kali hanya dikenal sebagai pendatang. Padahal, kami juga berkontribusi dalam pembangunan negara ini. Kami adalah bagian dari Malaysia,” ungkap Horsi.
Meski menghadapi berbagai tantangan identitas, komunitas Bawean di Malaysia tetap menjaga tradisi dan solidaritas mereka. Hubungan antarketurunan Bawean di berbagai negara Asia Tenggara juga terus diperkuat melalui kegiatan komunitas yang rutin diadakan.
Dengan sejarah panjang perantauan ini, masyarakat Bawean di Malaysia kini tak hanya menjadi saksi hidup sejarah migrasi, tetapi juga contoh keberhasilan dalam beradaptasi dan berkontribusi di negeri orang.