GresikSatu | Almarhum Mat Kauli, budayawan asal Gresik yang dikenal sebagai pelestari Macapat, dianugerahi penghargaan Giri Pancasuar Award (GPA) 2025 oleh PWI Gresik. Penghargaan ini diberikan atas dedikasi dan kontribusi besarnya dalam melestarikan seni tradisi Macapatan khas pesisir Gresik.
Penghargaan tersebut diberikan dalam puncak peringatan Hari Pers Nasional (HPN) tingkat kabupaten yang digelar di Hotel Aston Gresik, Rabu (14/5/2025).
Sekedar diketahui, Mat Kauli lahir pada 1 Mei 1931. Ia belajar seni tembang Macapat sejak usia 17 tahun langsung dari ayahnya, almarhum Niti Sastro Samardi.
Sejak 1949, Mat Kauli aktif membaca dan menembang Macapat khas Gresik. Ia tampil di kampung pesisir Lumpur, acara kebudayaan di radio lokal, hingga berbagai forum seni di luar daerah.
Penghargaan GPA tahun ini menjadi bentuk penghormatan atas jasa-jasanya dalam melestarikan Macapatan, sebuah warisan budaya Gresik yang kini mulai jarang ditemui.

Lily Witjaksono, anak bungsu dari Mat Kauli, menyampaikan rasa terima kasih atas penghargaan tersebut.
“Kami sangat berterima kasih atas penghargaan yang diberikan kepada bapak saya. Beliau memang mendedikasikan hidup untuk budaya, terutama Macapat,” kata Lily saat menghadiri malam penganugerahan GPA.
Menurut Lily, cengkok tembang milik ayahnya dikenal sangat khas dan sulit ditiru. Terdapat setidaknya 11 jenis tembang Macapat yang ia kuasai dengan variasi cengkok berbeda. Salah satu yang paling sering dilantunkan adalah Macapat dari Babad Sindujoyo, khususnya saat Haul tahunan di Kelurahan Lumpur, Gresik.
“Beliau tidak hanya menembang, tapi juga bercerita lewat tembang. Dari kisah Sindujoyo sampai asal-usul Kelurahan Lumpur, semua beliau sampaikan lewat Macapat,” tambahnya.
Mat Kauli dikenal sebagai penerus tradisi dari Mbah Nurhasyim, tokoh Macapat asal Lumpur yang juga dikenal dengan cengkok pesisiran khas Gresik. Tradisi Macapatan sendiri diyakini sudah ada sejak masa Sunan Giri, yang disebut sebagai pencipta gendhing Asmaradhana dan Pucung—dua jenis Macapat yang sangat populer.
Meski hanya lulusan Sekolah Rakyat (SR) Tingkat III, Mat Kauli menunjukkan dedikasi luar biasa. Ia bahkan mengalihaksarakan naskah lama peninggalan ayahnya dari aksara Jawa ke tulisan Latin selama 14 bulan, dimulai dari Juli 2010 hingga Agustus 2011.
Proses ini menghasilkan manuskrip setebal 2.222 halaman, naik dua kali lipat dari naskah asli karena banyaknya penjelasan yang harus ditambahkan agar bisa dipahami pembaca modern.
Di kediamannya yang lama di Desa Gemantar (Gumantar), Kecamatan Kebomas, Gresik, Mat Kauli juga menyimpan sejumlah naskah tua dalam aksara Pegon dan Jawa. Ia dikenal bukan hanya sebagai pelantun, tetapi juga pengarsip dan pengajar Macapat secara sukarela.
Mat Kauli wafat pada usia 94 tahun, Jumat pagi (21/5/2025) pukul 09.00 WIB di rumahnya di Jalan Awikoen, RT 04 RW 02, Kelurahan Gending, Kecamatan Kebomas. Ia meninggalkan 28 cucu dan 13 cicit, serta warisan budaya yang tak ternilai bagi masyarakat Gresik.