GresikSatu | Aktivitas jual-beli telur penyu masih marak di Pulau Bawean, Gresik. Praktik ilegal ini dikhawatirkan semakin mengancam populasi penyu dan keseimbangan ekosistem laut.
Minimnya sosialisasi dari pihak terkait disebut sebagai penyebab utama maraknya perdagangan telur penyu di daerah ini. Praktik ini biasanya berlangsung dari Desember hingga Februari, sata musim bertelur.
Ahen, warga Desa Tanjungori, Kecamatan Tambak, mengungkapkan bahwa aktivitas ini masih terjadi karena kurangnya sosialisasi dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) di Pulau Bawean.
“Kemarini saya menerima foto yang menunjukkan adanya orang yang menjual telur penyu di Pasar Tambak,” ungkapnya, Rabu (12/2/2025).
Menurut Ahen, praktik ini kerap ditemukan karena banyak warga yang tidak mengetahui bahwa penyu adalah satwa yang dilindungi dan seharusnya dikonservasi agar tidak punah.
“Biasanya memang pada bulan Desember hingga Februari adalah musim penyu bertelur,” tambahnya.
Ia juga menceritakan pengalaman salah satu nelayan setempat yang secara tidak sengaja menangkap penyu saat melaut. Dalam kejadian itu, Ahen bersama BKSDA Pulau Bawean membantu melepasliarkan penyu tersebut.
“Kami berkoordinasi dengan BKSDA dan nelayan untuk melepas kembali penyu ke habitatnya. Kami juga sering berdiskusi mengenai titik-titik lokasi penyu bertelur, seperti di kaki Gunung Bandar Udara Harun Thohir,” paparnya.
Namun, ia menilai upaya dari pihak terkait masih minim, terbatas pada pemasangan spanduk tanpa adanya sosialisasi lebih lanjut kepada warga.
“Kalau BKSDA serius, kami siap membantu memfasilitasi sosialisasi kepada warga. Karena banyak dari mereka yang tidak tahu bahwa penyu dilindungi. Ini juga menyangkut kesejahteraan warga,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Resort Konservasi Wilayah (RKW) 11 BKSDA Pulau Bawean, Nur Symasi, mengaku belum menerima laporan resmi terkait aktivitas tersebut. Namun, ia menegaskan bahwa pihaknya siap menindaklanjuti jika memang terjadi pelanggaran.
“Seharusnya ada laporan ke pihak berwajib atau ke kami, agar bisa segera ditindaklanjuti,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa upaya konservasi telah dilakukan, salah satunya di Desa Daun, Kecamatan Sangkapura, melalui kerja sama dengan komunitas Mangrove Hijau Daun.
“Kami juga pernah melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar tidak menjual telur penyu. Namun, kenyataannya masih ada yang melakukannya,” ungkapnya.
Melalui kerja sama dengan Mangrove Hijau Daun, banyak warga yang mulai memahami pentingnya menjaga satwa yang dilindungi. Upaya ini mengacu pada Peraturan Menteri (Permen) No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
“Di Mangrove Hijau Daun sendiri, telur penyu sudah ada yang berhasil menetas. Nantinya, kami bersama Forkopimcam akan melepasliarkan tukik (anak penyu),” paparnya.
Terpisah, Kabid Penelitian, Pendidikan, Pengembangan SDM dan Inovasi Perkumpulan Peduli Konservasi Bawean, Yusra, menyebut pihaknya telah melakukan survei titik-titik area penyu bertelur. Lokasi terbanyak ditemukan di bawah kaki Gunung Bandar Udara Harun Thohir.
“Di sana kami pernah menemukan tukik yang baru menetas. Selain itu, di area Pamasaran, bagian barat pesisir Desa Tambak, juga pernah ditemukan penyu oleh nelayan, yang kemudian berhasil dilepas kembali,” tambahnya.