Tak Ada yang Lebih Tabah Dari Warga Benjeng di Bulan Februari

Oleh : Wildan Erhu Nugraha

Apa yang terngiang-ngiang dalam benak Kalian saat mendengar Benjeng, tentu semua akan memiliki persamaan pandangan yang sama, yaitu tentang banjir. Benjeng dan banjir seolah menjadi satu kesatuan takdir yang tak dapat dipisahkan. Memang banjir bukan lagi menjadi hal baru dalam kehidupan warga Benjeng. Maka tak heran kemudian orang di luar Benjeng akan selalu melempar petanyaan yang hampir seragam kalau tidak mau dikatakan selalu, “Mengapa Benjeng banjir ?” Saat membincang mengenai banjir dan Benjeng maka boleh di kata semua akan sepakat muara asalnya adalah adanya luapan Kali Lamong.

Pertengahan bulan Februari menjadi kelanjutan cerita banjir Kali Lamong di awal tahun 2022, tentu banjir kali ini tak sebesar banjir pada bulan November tahun lalu. Namun banjir kali ini terasah sangat berat karena harus berbarengan dengan musim panen padi bagi sebagian besar petani di wilayah Kecamatan Benjeng. Tak jarang petani akhirnya memutuskan untuk memanen lebih cepat padinya, dengan harapan hasil panen tidak begitu rusak. Jika terlambat dan terlalu terendam banjir maka akan menurunkan kualitas gabah  dan saat menjadi beras menjadi kekuningan.

Selain itu di beberapa desa di Kecamatan Benjeng, ada yang kondisi tanaman padinya masih memasuki fase merantak “mekatak ”, fase di mana tanam padi sedang keluar butirnya. Pada fase inilah baik tidaknya hasil panen menjadi acuan bagi petani padi, jika pada fase merantak kekurangan kadar air di maka dapat dipastikan biji padi atau gabah akan puso atau tidak berisi. Sedangkan jika pada fase ini tanaman padi terendam banjir maka juga akan mempengaruhi kesehatan tanaman, bahkan jika terendam lebih dari tiga hari akan mengalami pembusukan pada batang padi.

Panen gagal bukanlah hal baru bagi sebagian besar petani di wilayah Benjeng, mereka selalu dikejar waktu antara musim tanam dan panen dengan datangnya banjir. “ Biyen banjir Kali Lamong setahun pisan, biasae bulan-bulan Januari – Februari tapi sak Ike banjir isu teko pas awal rendeng (musim penghujan),” cetus Ali salah satu petani di Desa Munggugbang Kecamatan Benjeng.  “ Tahun iki abot dadi petani, mes (pupuk) anggel regane larang, tikus tambah akeh wayahe panen banjir.

Menurut catatan sejarah wilayah di sepanjang bantaran Kali Lamong merupakan langganan banjir, dalam artikel berita yang terbit pada April tahun 1908 oleh koran Bataviaasch Nieuwsblad, dalam  beritanya. Kali Lamong di Afdeling (Kabupaten) meluap dan membanjiri area persawahan di district (Kawedan) Gunung Kendeng (Kawasan Gresik Selatan).

Berita banjir Kali Lamong pada koran Bataviaasch Nieuwsblad terbit tahun 1908

Banjir telah menjadi tamu tahunan bagi warga Benjeng. Banjir akan datang secara rutin di kala musim penghujan, di musim penghujan kali ini setidaknya wilayah Benjeng dan kecamatan di sekitarnya yang dilalui aliran Kali Lamong lainnya seperti Balongpanggan, Kedamean, Mengganti dan Cerme telah terendam sebanyak empat kali. Tidak terhitung lagi kerugian material akibat banjir luapan Kali Lamong. Segala upaya dilakukan oleh pemerintah baik Pemerintah Daerah Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur dan Pemerintah Pusat melalui Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo (BBWSBW).

Terbaru Pemerintah Gresik di bawah kepemimpinan Fandi Ahmad Yani telah menjadikan penanganan banjir Kali Lamong menjadi salah satu program prioritas dalam selama menakhodai Gresik. Beberapa langkah nyata telah diambil, di antaranya normalisasi daerah aliran sungai dan perbaikan tanggul selain itu agenda pelebaran bibir sungai dan peninggian tanggul telah memasuki tahapan pembebasan lahan.

Namun tanggung jawab dalam menuntaskan banjir tentu bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja, namun juga bagaimana kesadaran warga dalam merawat lingkungan terutama di aliran sungai. Terasa muskil jika normalisasi sungai terus dikebut namun masih banyak warga yang abai terhadap lingkungan salah satunya masih banyak ditemukan tumpukan sampah di sepanjang aliran Kali Lamongan atau anak sungai Kali Lamong.

Foto tumpukan sampah di salah satu anak sungai Kali Lamong saat musim kemarau. (Foto : Wildan Erhu Tahun 2019)

Masih banyak masyarakat yang menilai membuang sampah ke sungai adalah hal yang lumrah dan wajar. Kebiasaan seperti ini bisa ditemui jamak sungai-sungai anak Kali Lamong. Tak begitu susah menemukan sampah menumpuk di kolong jembatan. Tentu kesadaran untuk tidak membuang sampah ke sungai bukan perkara gampang. Tidak cukup hanya sekadar himbauan atau peringatan tentang bahaya membuang sampah ke sungai, perlu juga dilihat lebih jauh kenapa warga lebih memilih membuang sampahnya ke sungai ? atau memang tidak tersedianya tempat – tempat pembuang sampah di desa-desa.

Besar harapan ke depan permasalahan banjir Kali Lamong segera teratasi, Pemerintah Kabupaten Gresik telah bergerak dengan menormalisasi dan memperluas aliran sungai yang membentang dari Kecamatan Balongpanggang hingga Kebomas dengan luas DAS 720 Km. Sekerang tinggal kita mampu apa tidak berkontribusi terhadap kesadaran lingkungan khususnya ekosistem Kali Lamong. **

Penulis adalah Staf Pengajar di SMA NU 1 Gresik

 

Rekomendasi Berita

Advertisement

Gresik Gres