Cokro Ekraf, Jalan Perlawanan Pribumi

Oleh: Faiz Abdalla

Perlahan, geliat ekonomi di kawasan Bandar Grisse menunjukkan progres berarti. Cokro Ekraf Festival, sebuah inisiatif dari Pemkab melalui Disparekraf, telah resmi dilaunching, Sabtu 2 Maret 2024 lalu.

Bandar Grisse, destinasi baru di Gresik mengusung konsep kota tua, sedari mula memang diharapkan menjadi ruang baru masyarakat yang produktif.

Ruang interaksi sosial yang estetik, sekaligus refleksi sejarah dan kejayaan Gresik sebagai kota bandar perdagangan pada masa-masa lampau.

Supaya produk infrastruktur ini sesuai harapan itu, maka beragam program dan kegiatan diintrodusir sebagai stimulan untuk peningkatan perekonomian, ruang etalase budaya, produk kuliner, dan produk ekonomi kreatif lainnya yang asli Kabupaten Gresik.

Sebab itu, Cokro Ekraf Fest hadir!

Cokro, istilah ini merujuk pada nama jalan. Yakni Jalan HOS Cokroaminoto yang berada di belakang Gardu Suling. Jalan ini unik. Karena panjangnya hanya sekitar 50 meter. Konon, ia jalan terpendek. Bukan saja di Gresik. Tapi dari seluruh di Indonesia.

Lantas, mengapa diberi nama HOS Cokroaminoto?

Dijelaskan Kris Adji, pegiat sejarah Gresik. Banyak ruas jalan di Gresik yang berganti nama pada tahun 1980-an sampai 1990-an. Dari semula nama-nama seperti Jalan Pemuda, Jalan Pendidikan, dan lain sebagainya. Berganti nama-nama pahlawan, seperti Basuki Rahmat, Panglima Sudirman, Usman Sadar, Akim Kayat, juga termasuk HOS Cokroaminoto.

Baca juga:  Ngaji Al Hikam Kanggo Wong Awam, Pokok amal apik sak akeh-akehe

“Sebenarnya lazim di kota-kota manapun. Nama pahlawan diabadikan sebagai jalan,” kata Kris Adji.

Akan tetapi, sejauh rekam sejarah yang ia catat, ada keterkaitan historis mengapa jalan ke arah Kampung Kemasan dan Rumah Gajah Mungkur tersebut diberi nama Jalan HOS Cokroaminoto.

Tahun 1920-an. Sri Susuhunan Pakubuwana X berkunjung ke Gresik. Tepatnya ke Rumah Gajah Mungkur milik saudagar terkenal masa itu. Spesifik, kunjungan itu dalam rangka memperkuat jejaring para saudagar muslim di tanah Jawa dan Madura.

Pakubuwana X dikenal sangat moderat. Ia memberi dukungan berarti pada pergerakan nasional. Baik sejak Budi Oetomo hingga Sarekat Dagang Islam.

Ia sadar, persatuan para saudagar muslim tanah air sangat strategis untuk memberi perlawanan pada keberadaan China dan Kolonial yang monopolis.

Menurut Pak Kris, pengaruh ideologi perjuangan Sarekat Dagang sangat menonjol di Gresik pada masa itu. Mampu mengorganisir simbol-simbol sarat perlawanan para saudagar muslim pribumi akan segala bentuk penindasan dan penjajahan.

“Sebelah barat jalan itu bangunan kolonial. Sedang sebelah timur itu milik pribumi. Berhadapan. Bentuk perlawanan pengaruh dari pribumi,” lanjut Kris Adji.

Karena itulah, sangat tepat bila jalan itu diberi nama HOS Cokroaminoto. Merujuk pada ideologi serta perjuangan Sarekat Dagang atau Sarekat Islam. Tak hanya untuk kemajuan para saudagar pribumi yang muslim. Tapi juga persatuan dan solidaritas para saudagar untuk mewujudkan kemerdekaan bangsa.

Baca juga:  Membangun Mental Prestatif

Kemudian disusul dengan lahirnya Muhammadiyah, NU, serta organisasi pergerakan nasional lainnya. Melengkapi segenap usaha melawan penjajahan.

Dalam catatan Kris Adji, bangunan di sepanjang Jalan HOS Cokroaminoto merupakan ruko-ruko yang berusia ratusan tahun. “Dibangun kekira tahun 1800-an,” ceritanya. Sehingga dapat digolongkan bangunan ruko tertua yang ada di Indonesia.

___________

Tome Pires dalam Suma Oriental, menyebut kota pelabuhan Gresik sebagai bandar yang besar dan terbaik di seluruh Jawa. “Permata dari Jawa”.

Perdagangan merupakan nadi. Sejak berabad-abad. Mempertemukan berbagai etnis bangsa. Belanda, Inggris, China, Arab, dan Melayu. Yang kemudian membangun sebuah peradaban harmoni. Dalam skala kawasan, sejarah menamainya Kota Gresik.

Bila Jakarta dan Semarang mampu melahirkan kembali ‘soul’ kota heritage mereka: Mengelolah nilai-nilai lama untuk sebuah inovasi kemajuan baru bagi kota mereka. Harusnya Gresik pun bisa!

Semoga Cokro Ekraf menjadi unsur tonggak untuk memulai itu. Melalui proses sarat kreatif. Kuliner dan budaya sebagai tumpuan. HOS Cokroaminoto sebagai etos. Sehingga Bandar Grisse menjadi sebuah karya infrastruktur yang kuat ‘soul’-nya.

Kota Tua yang selalu menjadi ‘Permata dari Jawa’. Mulai hari ini, sampai esok-esok nanti. Selamanya.

_________

*Penulis adalah Mahasiswa Pasca Unair Surabaya

Reporter:
Tim Gresik Satu
Editor:
Tim Gresik Satu
Rekomendasi Berita

Advertisement

Terpopuler