Dalam rangka Mei Bulan Menggambar Nasional 2022, Gerakan Seni Rupa Gresik (Gasrug) menggelar pameran seni bertajuk “Gambar Kurung” di Senja Jingga Art Space Gresik (14 s.d. 29 Mei 2022). Pameran “Gambar Kurung” diikuti 17 (tujuh belas) perupa anggota Gasrug. Mereka memamerkan karya-karya yang merespon damar kurung (lampion khas Gresik). Respon mereka bermacam-macam, seperti: menggambar tokoh Masmundari (pelukis damar kurung); mentransformasi bingkai damar kurung; hingga memburu kemungkinan bentuk gambar.
Tajuk “Gambar Kurung” bikin saya membaca kembali tulisan Sanento Yuliman yang membahas istilah gambar di buku “Dua Seni Rupa” (2001). Bahwa, kata “gambar” memiliki lingkup pengertian luas. Sehingga, tidak heran, kita pernah memakai kata “gambar” untuk menyebut foto, lukisan, denah, patung, grafik, film, hingga bayangan. Tapi gambar bukan keseluruhan yang tampak di medianya. Saya justru menangkap kata “gambar” untuk menunjuk pada objek tertentu, misal: gambar ikan; gambar huruf A; atau gambar gunung.
Sanento Yuliman membahas bahwa gambar mengandung semangat yang menggelombangkan daya hidup; keadaan atau suasana batin; dan perasaan hati yang kuat. Kandungan semangat dalam gambar pun meletupkan pemaknaan kepadasaya, betapa gambar dari masing-masing perupa memancarkankeunikannya sendiri, meski mata mereka sama-sama tertuju pada satu objek. Dari menikmati karya-karya di pameran “Gambar Kurung”, lalu membaca kembali tulisan Sanento Yuliman, saya merasa bahwa gambar begitu akrab dengan kehidupan kita.
Figur Nyonya Muluk
Perempuan itu mengenakan gaun cantik. Di punggungnya, sepasang sayap merekah. Rambutnya terlihat ikal. Kadang terasa ada mahkota di kepalanya. Warna yang tampak pada perempuan itu begitu “ngejreng”. Dan perempuan itu terbang di langit seperti mengamati aktivitas orang-orang di bawahnya. Gambaran perempuan itu adalah figur nyonya muluk yang dapat kita temukan dalam lukisan-lukisan damar kurung karya Masmundari.
Di pameran “Gambar Kurung”, figur nyonya muluk seolah spirit yang dipinjam oleh beberapa perupa sebagai tanda respon terhadap damar kurung untuk karyanya. Saya menikmati bagaimana keberadaan figur nyonya muluk hinggap di karya Rachmad Basuki yang berjudul “Maestro” (2022). Figur Nyonya muluk dalam “Maestro” serupa pembawa narasi tentang biografi Masmundari. Biografi Masmundari tersebut terlihat jelas padabalok berisi sketsa.
Figur nyonya muluk juga hinggap di karya Yoni yang berjudul “2 Sisi” (2022). Secara bentuk, Yoni menggarap “2 Sisi” dengantransformasi kartu remi (queen). Tapi ada yang unik karena figur nyonya muluk mengenakan jilbab: sebuah imaji lain dari pakaiannya. Figur nyonya muluk pun berada di pemukiman kumuh; lalu menyapa seorang yang menggendong anak kecil di pundak kirinya (mungkin mereka robot) dan membawa empat bunga (mungkin lotus).
Gambar lain dari figur nyonya muluk tampak pada karya Tamim yang berjudul “Shine” (2022). Figur nyonya muluk dalam “shine” berwujud bayangan yang mengingatkan saya pada bayangan wayang di kelir. Karya berbentuk tiga dimensi itu memvisualkan figur manusia yang tengadah sembari merentangkan sepasang tangannya ke langit. Figur manusia itu seolah akan menangkap damar kurung yang bercahaya dengan kelebat bayangan figur nyonya muluk.
Kehadiran figur nyonya muluk bisa sebagai sumber inspirasiuntuk penciptaan karya baru bagi perupa. Hal itu terlihat pada karya Aam Artbrow yang berjudul “Nyonya Muluk” (2022). Di tangan Aam Artbrow, figur nyonya muluk berada di bidang yang penuh hal-hal ganjil. Saya menelisik sayap figur nyonya muluk ditumbuhi bunga berkelopak empat. Sedangkan, gaya rambut figur nyonya muluk mirip jambul ayam.
Semangat
Figur nyonya muluk identik dengan Masmundari. Dan Masmundari tidak bisa lepas dari damar kurung. Meski begitu, saya tertarik bagaimana beberapa perupa (Rachmad Basuki, Yoni, Tamim, Aam Artbrow, dan nama yang belum tersebut) menghadirkan figur nyonya muluk di pameran “Gambar Kurung”. Karena, saya membayangkan – ketika menikmati satu per satu karya mereka – figur nyonya muluk dan gambar lain saling hablur di medianya.
Saya begitu menikmati beberapa perupa melakukan transformasi pada figur nyonya muluk. Artinya, beberapa perupa coba menghindarkan figur nyonya muluk sebagai tempelan di dalam karya. Saya merasa figur nyonya muluk yang dihadirkanbeberapa perupa adalah sebuah apresiasi kepada Masmundari.Saya memetik makna, bahwa figur nyonya muluk di pameran “Gambar Kurung” adalah kreativitas untuk mengingat, mencipta, dan menyapa.
Jadi, tajuk “Gambar Kurung” tidak benar-benar mengurung gambar, tapi upaya menarik sepasang mata kita untuk memandang ke kedalaman semangatnya. Respon damar kurung dalam pameran “Gambar Kurung” pun melebarkan kerja gambar bukan sekadar tiruan objek. Sebagai penutup apresiasi ini, saya mengucapkan selamat kepada Gasrug karena menggelar pameran “Gambar Kurung” dan memperingati Mei Bulan Menggambar Nasional 2022.**
Catatan: Kolom Sastra GresikSatu diasuh oleh penyair dan penikmat seni rupa Aji Saiful Ramadhan yang tinggal di Gresik.
Daftar Bacaan
Sanento Yuliman (2001), “Dua Seni Rupa”, Jakarta: Kalam