GresikSatu I Panitia khusus (Pansus) I DPRD Gresik merapatkan barisan membahas rancangan peraturan daerah (Raperda) Penataan Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah Negara.
Dewan masih perlu mengkaji ulang atas aturan dari usul prakarsa Pemkab Gresik khususnya berkaitan dengan mekanisme perizinan dan pemanfaatan.
Ketua Pansus I Khoirul Huda menjelaskan Raperda diharapkan mampu mengatur secara spesifik terkait keberadaan tanah negara yang ada di Gresik, baik sistem manajemen pertanahan, kepastian penggunaan dan hal lainnya.
“Kami sangat berhati-hati dalam pembahasan Raperda terkait tanah negara ini. Khususnya perihal permohonan izin yang nantinya akan bermuara pada keputusan Bupati,” jelas Huda, Rabu (22/12/2021).
Huda mengkhawatirkan isi draft awal Raperda, jika mekanisme perizinan harus melalui Bupati dikhawatirkan tidak berjalan efektif dan efisien. Khususnya bagi para pelaku UMKM yang hanya membutuhkan lahan dengan skala kecil. Akan lebih baik jika urusan tersebut didelegasikan di tingkat Desa atau Kecamatan.
“Perizinan melalui Bupati diperuntukkan untuk skala besar maupun sektor strategis saja yang berkaitan dengan meningkatkan pelayanan masyarakat. Yang kecil biar didelegasikan di desa atau Kecamatan,” ucap politisi PPP itu.
Meski begitu pembahasan Raperda tersebut belum menyentuh subtansi tentang pemanfaatan tanah negara. Baik peruntukannya dan jenis tanah negara hingga kewenangan pengelolaan.
“Raperda ini masih belum menyentuh subtansi, jadi masih sangat mentah. Hal yang dianggap penting dan krusial belum diatur secara rinci,” ucap Huda.
Ia menegaskan bahwa proses pembahasan Raperda akan terus berlanjut. Bahkan melibatkan tim pakar dan para akademisi dengan pembahasan secara bertahap.
“Masih cukup banyak yang perlu dikaji. Sebab, kami tidak ingin ada masalah lain pasca Perda disahkan,” jelas Huda.
Sebelumnya, pada 14 Desember lalu, Wakil Bupati Gresik Aminatun Habibah menyampaikan bahwa pemerintah telah mengantongi data tanah negara (TN) di 15 kecamatan. Setidaknya, terdapat 80 persen sudah digarap masyarakat maupun badan hukum. “Dengan total luas mencapai 1.385 hektar,” jelasnya.
Aminatun berharap, Raperda tersebut dapat melindungi kepentingan masyarakat untuk memperoleh kepastian hak, kepastian hukum atas tanah yang dikelola. Selain itu, pihaknya memastikan landasan hukum Raperda ini tidak didasari pada Undang-Undang (UU) nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. “Tetapi, didasari pada perundang-undangan yang berlaku,” jelasnya.
Antara lain UU 5/1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, UU 23/2014 tentang Pemda, Kepres 34/2003 tentang Kebijakan Nasional dibidang Pertanahan dan Permen Agraria 3/1999 tentang pelimpahan kewenangan pemberian dan pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah negara.**