Khawatir Ngamuk di TPS, Bawaslu Gresik Minta Perjelas Sistem Penyaluran Suara ODGJ

GresikSatu | Mekanisme penyaluran pemilih kategori orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) masih dipertanyakan, oleh Bawaslu Gresik. Pasalnya, kekhawatrian muncul mereka para penyandang gangguan mental ini tidak terkontrol alias ngamuk di TPS.

Diketahui, dalam Pemilu 2024 jumlah pemilih kategori ODGJ atau disebut disabilitas mental di Gresik cukup banyak. Ada sekitar 995 ODGJ di Gresik yang akan memberikan hak suaranya di kontestasi politik mendatang.

Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran, Data dan Informasi Bawaslu Gresik, Rozikin mengatakan, KPU telah mengklasifikasikan gangguan mental yang masuk dalam daftar pemilih, yakni ODGJ dengan kategori ringan dan memiliki identitas berupa KTP sebagai warga Gresik. 

“Kini persoalan yang kemudian muncul dan perlu kita antisipasi adalah peluang agar tidak terjadi kisruh. Seperti misalnya ada disabilitas mental yang mengamuk di TPS. Bagaimana langkah preventifnya yakni mereka tidak masuk ke dalam bilik sendirian tapi ditemani salah satu anggota keluarga,” terangnya. 

Kemudian persoalan lain yang dihadapi saat hari pemungutan suara adalah mereka tidak mampu hadir dan tidak mampu menggunakan hak suaranya

“Apa perlu ada mekanisme khusus atau teknis lainnya untuk pemilih kategori disabilitas mental masuk dalam ranah KPU. Jadi kami akan memetakan kerawanan pemilu untuk memperkecil peluang kisruh, salah satunya dengan menempatkan beberapa petugas dari jajaran Polri TNI sekaligus Bawaslu,” jelasnya.

Sementara itu, Komisioner KPU Gresik Divisi Perencanaan, Data, dan Informasi, Sidiq Notonegoro menyampaikan menegaskan tidak ada regulasi panitia untuk mendatangi rumah dalam pelaksanaan pemungutan suara.

“Kami memfasilitasi sejauh regulasi yang ditetapkan, sampai saat ini regulasi yang dijalankan adalah pemilih hanya bisa memberikan hak suaranya dengan datang ke TPS,” pungkasnya.

Dijelaskan, ODGJ diberi kebebasan untuk menentukan hak pilihnya atau tidak. Selama orang tersebut mau menggunakan hak suaranya diperbolehkan datang ke TPS dan masuk ke bilik dengan didampingi keluarga atau panitia namun harus berdasarkan keinginannya sendiri. Tanpa unsur paksaan siapapun.

“Misalnya ada disabilitas mental yang memiliki hak pilih namun dalam kondisi dipasung kami memberikan hak kepada orang tersebut menentukan untuk memberikan hak pilihnya atau tidak. Apabila tidak memungkinkan untuk memilih, ya tidak masalah karena itu hak bukan kewajiban,” terangnya. (ovi/aam)

Rekomendasi Berita

Advertisement

Gresik Gres