Dhurung Bawean: Bangunan Khas yang Tetap Lestari di Desa Peromaan Gresik

GresikSatu | Desa Peromaan, Pulau Bawean, Kabupaten Gresik, dikenal dengan keindahan perbukitan dan tradisi yang masih dijaga dengan baik oleh masyarakatnya. Salah satu hal yang membuat desa ini unik adalah keberadaan Dhurung, sebuah bangunan khas Bawean, yang selalu ada di depan rumah warga.

Dhurung adalah bangunan tradisional berbahan kayu dengan atap segitiga berdaun nipah kering. Setiap rumah di Desa Peromaan memiliki Dhurung di depannya.

Dhurung sendiri memiliki banyak fungsi. Salah satunya adalah sebagai tempat penyimpanan padi hasil petani setempat. Di bagian atas Dhurung, padi disimpan dengan rapi, untuk menjaga kualitasnya.

Dhurung juga digunakan sebagai tempat istirahat dan bersantai bagi warga, terutama saat sore hari setelah seharian bekerja di ladang.

Sekdes Desa Peromaan Abdul Wahid mengatakan, di Dusun Sumberwaru ada sekitar puluhan Dhurung yang berjejer di depan rumah masing-masing. Mayoritas setiap rumah pasti ada Dhurung.

“Total ada sekitar 65 Dhurung dari 65 rumah di Dusun Sumberwaru,” ucapnya, Kamis (9/11/2023).

Sebagai perbadingan, dulunya, bahan Dhurung selalu menggunakan atap dari daun nipah, yang memang banyak ditemukan di dusun tersebut. Seiring berubahnya zaman dan kondisi, sebagian masyarakat mengganti atap dengan genteng atau seng galvalum. 

“Namun di dusun kami masih menyertai daun nipah yang diletakkan di bagian sisi samping kanan kiri Dhurung,” jelasnya. 

Adapun, pada bagian tiang Dhurung berjumlah empat, setiap tiang dilengkapi dengan tempat penyimpanan barang. Atau istilah Baweannnya Jelepang. Biasanya dibuat menyimpan peralatan pertanian maupun barang pakan ternak dan lain sebagainya. 

“Serta setiap tiang dan papan penyangga atap ada hiasan ukiran. Itu memang menjadi khas Dhurung Bawean. Sekarang sudah jarang ditemukan hiasan kayu tersebut. Karena berkembangnya zaman, sebagian masyarakat Bawean mengganti Dhurung dengan gazeebo polosan atau tidak ada hiasan ukiran di kayu,” paparnya 

“Tapi di Dusun Sumberwaru, semuanya masih asri dan dilestarikan,” ujarnya. 

Selain berfungsi tempat padi, lanjut dia, Dhurung juga berfungsi sebagai sarana ngobrol santai bagi masyarakat. Hingga menjadi tempat mediasi kerukunan antar warga.

“Istilah Bawean bual-bual, ngobrol santai para warga setelah seharian kerja bertani saat sore hari,” terangnya. 

Apalagi tambah dia, saat bertetapan datang warga perantauan dari Malasyia. Dhurung menjadi transit pertama sebelum masuk rumah, istirahat di Dhurung. 

“Kalau waktu malam warga biasanya kumpul di Dhurung. Intinya banyak sekali manfaat bangunan khas Bawean ini. Termasuk apa yang mau dikerjakan oleh warga maupun hajat masyarakat dibicarakan di Dhurung,” tambahnya. 

Selain fungsi-fungsi yang telah disebutkan, Dhurung di Desa Panoraman juga berperan sebagai tempat Poskamling warga. Ini mencerminkan keamanan dan rasa saling percaya di komunitas ini. Bagian atas Dhurung juga digunakan sebagai tempat untuk menginap bagi kaum muda di desa, yang bertanggung jawab menjaga keamanan kampung.

Salah satu warga setempat, Muhlis, menjelaskan bahwa Dhurung adalah warisan adat yang berharga di Pulau Bawean. Ini bukan hanya bangunan fisik, melainkan juga lambang persatuan dan gotong royong di komunitas. Ketika ada permasalahan atau masalah di desa, mereka berkumpul di Dhurung untuk merumuskan solusi bersama.

“Keberadaan Dhurung di Desa Panoraman merupakan salah satu yang masih terjaga dengan baik di Pulau Bawean. Ini adalah aset budaya yang langka dan berharga, yang perlu dihargai dan dilestarikan. Dengan upaya pelestarian seperti ini, Desa Panoraman berperan sebagai pelindung budaya dan tradisi Bawean,” jelasnya. (faiz/aam)

Rekomendasi Berita

Advertisement

Gresik Gres