Warga KBD Gresik Protes Biaya Lahan Pemakaman Capai Jutaan

GresikSatu | Mahalnya biaya pemakaman di Perumahan Kota Baru Driyorejo (KBD) Gresik mendapat protes dari sejumlah pihak. Utamanya dari warga perumahan di KBD sendiri. Pasalnya, harga per-makam diduga pencapai jutaan. Hal ini dianggap tak wajar karena tarifnya terlalu mahal.

Perlu diketahui, makam ini sebelumnya dikelola oleh pengembang KBD. Tarifnya pun dipukul rata. Per makam seharga Rp 500 ribu untuk warga umum. Tidak ada pengecualian ber-KTP setempat atau tidak.

Seiring berjalannya waktu, lahan makam yang sebelumnya milik pengembang, diambil alih Pemkab Gresik. Dari sana lah, pengelola makam berubah. Dari sebelumnya pengembang, kini dikelola oleh empat desa perumahan. Meliputi, Desa Randegansari, Mulung, Gadung, dan Petiken. 

“Untuk warga di empat desa sebesar Rp 250 ribu, warga Dusun Gadung Rp 50 ribu, kalau warga luar atau tidak berKTP empat desa Rp 1 juta,” ungkap Salah satu warga setempat AF, Senin (23/10/2023).

Masalahnya, kata AF, banyak warga perumahan belum ber-KTP di empat desa tersebut. Secara otomatis, jika hendak menempati lahan makam tersebut, biayanya yang diatarik mencapai Rp 1 juta. Harga tersebut dianggap mahal, apalagi lahan makam tersebut bukan milik desa malainkan aset Pemkab.

“Penarikan makam itu sejak sekitar 2020/2021, sejak lahan makam tersebut diambil alih Pemkab Gresik,” jelasnya.

Bahkan, lanjut dia, aksi penarikan tersebut diduga tidak melibatkan RT RW setempat. Hanya persetujuan dari Kepala Desa dari empat desa tersebut.

“Ini perlu dievaluasi oleh Pemkab Gresik. Agar tindakan pungutan ini, tidak terjadi terus menerus, dan menjadi beban warga setempat. Apalagi banyak warga perumahan juga banyak pendatang, dan belum berKTP empat desa tersebut,” tandasnya.

Forum Ketua RW se-KBD Eko Sarupo menambahkan, pungutan itu sudah berlangsung lama sejak sekitar tahun 2000. Pihaknya mengaku tidak pernah dilibatkan dalam hal mengambil kebijakan terkait tarif harga per makam.

“Tahun 2021 forum RW yang berjumlah 25 RW dari empat desa meminta pertanggungjawaban dari Desa Gadung dan meminta menurunkan retribusi dari Rp 500 ribu,”ungkapnya.

Hingga pihaknya bersama Ketua RW lain melakukan audiensi bersama Muspika dan anggota dewan setempat.

“Tiba-tiba ada surat informasi bahwa penarikan itu Rp 250 ribu bagi warga KBD dari empat desa. Padahal kami menunggu kesepakatan bersama antara pihak warga KBD dan pihak Desa Gadung. Kesepakatan itu, kami menuntut Rp 100 ribu, untuk administrasi Desa Gadung. Karena belum lagi, ada biaya jasa gali kubur mulai Rp 500 ribu hingga Rp 800 ribu,” paparnya.

“Setelah ada informasi surat kesepakatan itu kami kaget tidak dilibatkan. Jika tidak ada tindak lanjut, kami akan kembali melakukan jalur formal akan berdialog bersama pihak Desa Gadung. Karena banyak para ketua RW protes ke Kepala Desa masing-masing. Kenapa tidak dilibatkan,”tambahnya.

Sementara itu, Kades Gadung Suwarno membenarkan penarikan tersebut. Bahkan penarikan tersebut sudah terjadi sebelum pihak pengembang memberikan aset Fasum Makam ke Desa Gadung.

“Penarikan itu juga sesuai kesepakatan bersama antar desa. Desa Gadung, Mulung, Randegansari, dan Petiken,” ungkapnya.

Hasil penarikan tersebut, akan digunakan untuk kegiatan desa setempat.

“Intinya sudah tidak ada masalah terkait pembayaran tersebut,” tandasnya. (faiz/aam)

Rekomendasi Berita

Advertisement

Terpopuler