Kasus Kerusuhan Suporter Anak di Bawah Umur Ultras Gresik Dituntut Satu Bulan

GresikSatu | Lima anak berkonflik dengan hukum (ABH), yang terlibat kerusuhan suporter di Gelora Joko Samudro, sudah masuk sidang agenda tuntutan di Pengadilan Negeri Gresik, Kamis (14/12/2023).

Mereka (Para ABH) dituntut hukuman penjara selama 1 bulan atas peristiwa yang terjadi pada 19 November lalu.

Dalam berkas tuntutannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) AA Ngurah Wirajaya menyampaikan sejumlah fakta yang mendasari tuntutan kepada majelis hakim, yang ditujukan kepada para ABH. diantaranya, APM, KWP, MFRA, PGM, dan ARD.

“Seluruhnya masih berusia di bawah umur dan berstatus sebagai pelajar aktif,” ungkapnya dalam sidang tertutup.

Para ABH ini, lanjut dia, ikut berperan dalam aksi kerusuhan pasca berakhirnya pertandingan Gresik United vs Deltras Sidoarjo. Para supertor rusuh melawan aparat kepolisian.

“Hal yang memberatkan adalah para ABH melawan aparat kepolisian yang sedang menjalankan tugasnya. Dan menimbulkan luka-luka pada beberapa aparat kepolisian,” jelasnya, di ruang sidang Tirta.

Kendati demikian, pihaknya juga mempertimbangkan alasan peringan kepada para ABH. Misalnya, berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya serta mengaku menyesal telah menyebabkan kerusuhan.

“Mereka perlu melanjutkan pendidikan yang sedang dijalani. Terlebih, para korban akibat kerusuhan tersebut juga telah memaafkan perbuatan ABH,”ujarnya.

Selain itu, dalam menyusun berkas tuntutan, Korps Adhyaksa juga mendapat rekomendasi dari Balai Pemasyarakatan (Bapas). Dengan hukuman berupa pidana dengan syarat pengawasan.

“Berharap kepada majelis hakim memberikan hukuman penjara 1 bulan, dikurangi masa tahanan,” tuturnya.

Sebelumnya, pihak kuasa hukum para ABH sempat mengagendakan Diversi atau upaya penyelesaian diluar persidangan. Namun gagal, karena memang pihak korban meminta proses hukum tetap berjalan dan tetap dilakukan persidangan.

Hal tersebut disampaikan oleh Kuasa hukum para terdakwa, Pua Wirawan dari kantor Pua Dan Mashudi (PNM) Law Firm.

Menurut dia, sebelum dilakukan sidang pertama, pihaknya sudah mengagendakan diversi atau upaya damai dari Balai Permasyarakatan (Bapas).

Namun upaya tersebut gagal lantaran para korban anggota Sabhara Polda Jatim meminta dilakukan proses hukum berjalan.

“Diversi gagal karena secara kemanusiaan lima korban anggota Sabhara Polda Jatim memaafkan, tapi proses hukum tetap lanjut. Otomatis berjalan sesuai proses hukum,” ungkapnya.

Dalam sidang kedua ini, lanjut dia, pihaknya ingin mengungkap fakta. Bahwa lima anak berkonflik dengan hukum (ABH) ini, tidak masuk di area yang terjadi kerusuhan depan pintu VIP Gejos.

“Namun, para ABH memang melakukan pelemparan dan bersifat spontanitas dan hanya ikut-ikutan. Tapi terkait pengerusakan dan penghasutan tidak pernah sama sekali melakukan dilakukan oleh para ABH ini,” lanjutnya.

Dalam keterangan saksi yang meringankan, juga disampaikan terkait dakwaan ABH yang diatur pasal 214 KUHP tentang pengerusakan.

“Dari tiga keterangan saksi yang meringankan, semua saksi tidak melihat satupun dari para ABH di lokasi kerusuhan dekat pintu VIP Gejos,” jelasnya.

Pihaknya menjabarkan, para ABH didakwa pasal 214 ayat (2) ke 1 KUHP, dan pasal 170 ayat (2) ke 1 KUHP tentang kekerasan mengganggu ketertiban umum.

“Kami minta hukum seringan-ringannya. Cukup dengan pendampingan orang tua. Karena masih sekolah, kelas 1, dan 2 SMA. Semua ABH juga tidak bisa ikut ujian sekolah. Kami juga sudah berkoordinasi mengajukan izin sekolah dan ujian susulan agar para ABH bisa tetap mendapatkan hak pendidikannya,” jabarnya.

Pihaknya menambahkan, para ABH ini, mulai ditahan 21 November. Dua hari setelah kejadian, sudah dilakukan penahanan di Mapolres Gresik. Kini, mereka para ABH ditahan di Rutan Kelas IIB Gresik. (faiz/aam)

Rekomendasi Berita

Advertisement

Gresik Gres