Jalan Terjal Perjuangan Imam Sunandar, Guru Sekolah yang Mengajar di Pelosok Bawean

GresikSatu | Perjuangan Imam Sunandar sebagai tenaga pengajar di pulau terpencil di Bawean, Gresik perlu diacungi jempol. Bagaimana tidak, untuk menuju tempat mengajar, Imam tidak hanya menempuh jarak yang jauh, tapi juga sulit. Tak jarang pula, baju dinas imam basah kuyup saat hendak menaiki perahu.

Iya, untuk menuju tempat mengajar di sekolah Gili Timur, Imam harus menaiki perahu kayu. Jarak tempuhnya sekitar 30 menit. Jika beruntung, Imam bisa menumpangi perahu romobongan warga yang hendak pulang dari pasar Bawean. Tapi jika nasibnya apes, atau ketinggalan rombongan, dirinya harus merogoh kocek saku pribadi sebesar Rp 50 ribu.

“Jika ikut rombongan tidak bayar alias gratis tapi kalau tidak ada rombongan, ya harus sewa perahu. Sekali jalan Rp 50 ribu,” ucapnya, Rabu (20/7/2022). 

Tempat mengajar Imam berada di Sekolah Gili SDN 4 Sidogedungbatu, yang sekarang jadi Upt SDN 352 Bawean Gresik. Di sana, Imam mengorbankan tenaganya selama 11 tahun. Mulai dari tahun 2010 sampai sekarang tahun 2022. Semula, Imam menjadi guru pembantu atau guru honorer, kemudian diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Imam menceritakan, awal dirinya mengajar di sekolah tersebut tak lepas dari proses mengajar di sekolah Bawean. Saat itu pria asal Desa Kotakusuma, Kecamatan Sangkapura, Pulau Bawean hanya sebagai guru pembantu atau guru honorer pada tahun 2005 di SDN Kotakusuma. Dua tahun kemudian, lulusan Prodi PGSD Fakultas Pendidikan Universitas Negeri Surabaya (Unesa) beralih menjadi guru kelas di SDN Pudakit Barat, Sangkapura Bawean

Hingga tahun 2010 Imam mengajar disana. Kegiatan mengajarnya pun setiap hari Senin sampai Sabtu. Pada tahun 2010 ini, pria kepala empat ini mengikuti tes calon pegawai negeri sipil (CPNS). Ibarat maqolah Islam ” Man Saaro ‘Alaa Darbi Washola” (Siapa yang berjalan di jalur-Nya akan sampai). Imam pun diterima menjadi PNS dan langsung ditempatkan mengajar di SDN 4 Sidogedungbatu atau sekarang menjadi Upt SDN 352 Gresik. 

Diceritakan, dulu saat dirinya mengajar belum ada jembatan. Guru yang akan mengajar ke Gili harus ke tengah bibir pantai untuk menaiki perahu. Dirinya harus basah-basahan sekitar 200 meter untuk menaiki perahu. Belum juga melawan lumpur di Pantai. “Pernah saat basah-basahan dan melawan lumpur sandal lepas. Jadi, beli sandal yang baru selama dua hari dua kali,” ceritanya. 

Baca juga:  Pengakuan Tersangka Perkosa Anak Dibawah Umur di Bawean Gresik, Sebelum Dicekoki Miras 

Aktivitas mengajar jelas Imam, dimulai pukul 06.30 WIB. Dirinya sudah tiba di terminal perahu penyeberangan. Sembari menunggu perahu berangkat ke Gili. Karena pada pukul 10.00 WIB perahu sudah tidak melayani penumpang umum untuk rute Pamona – Gili Timur begitu sebaliknya. Hanya ada jasa sewa yang harganya Rp 50 ribu. Begitu juga pulang mengajar. Jika ketinggalan perahu, terkadang dirinya pulang sekitar pukul 19.00 WIB atau pukul 18.00 WIB setelah adzan maghrib. 

“Biasanya pukul 15.00 WIB sudah pulang, namun kadang nyaris tidak ada perahu yang mau nganterin. Ya mau tau kadang ikut wisatawan atau sewa perahu,” ujar pria berusia 39 tahun itu.

Gresiksatu.com
Infografis Wong Gresik Imam Sunandar

Bahkan, selama kurun empat tahun 2010-2014 dirinya pun menginap di perumahan milik sekolah. Karena saat itu memang jarang sekali ada perahu melayani rute Gili-Pamona Bawean. Aktivitas warga yang ke pasar Bawean dan kembali ke Gili juga sampai pukul 10.00 WIB. Alhasil dirinya sampai seminggu sekali pulang ke rumahnya.

Ditambah tidak ada listrik permanen di Pulau Gili, membuat aktivitasnya sedikit terjanggal. Penduduk setempat hanya menggunakan mesin jetset untuk penarangan listrik. Dimulai pukul 18.00 WIB sampai pukul 22.00 WIB ada listrik dari masyarakat setempat. Beruntung sekolah juga sudah ada jetset.

Hal tersebut mengurangi beban kondisi atas dirinya agar tetap kuat dengan kondisi di Gili Timur. Semangat mengajar itulah yang terus memotivasinya hingga betah menginap disana. 

“Kalau cari warung makan di Gili sangat susah. Jarang masyarakat jualan nasi. Kalau ada harus pagi-pagi sebelum subub untuk nelayan yang hendak Melaut. Biasanya masak sendiri di sekolah. Setiap main ke rumah masyarakat pasti diajak makan. Penduduknya sangat ramah dan baik,” kelakarnya. 

Baca juga:  Kisah Bagus Zulkarnain, Desainer Flayer Komunitas Fun Football di Gresik 

Sembari mengajar di Gili, Imam mendapatkan beasiswa kuliah Magister S-2 di Unesa Surabaya. Dimulai pada tahun 2014 – 2017. Saat itu dirinya sudah Pulang Pergi (PP) dan tidak menginap di Perumahan Sekolah Gili Timur hingga 2021. 

Diakuinya,sinyal 4G di Gili masih lelet. Untuk mengirim data harus menepi ke pantai dengan membawa laptop. Begitu juga sistem mengajarnya disana masih tradisional, siswa belum pakai laptop, kecuali ada seminar atau pelatihan. Dengan dibantu mesin jetset. Atau juga untuk keperluan ngeprint soal jelang ujian akhir semester (UAS). 

“Jumlah siswa juga stagnan. Rata-rata siswa 135 siswa kelas I sampai kelas VI atau menurun menjadi 125 siswa. Karena tidak ada sekolah saingan di daerah itu. Sedangkan untuk jumlah guru dari saya awal mengajar ada 9 guru beserta Kepala Sekolah dan penjaga sekolah. Mayoritas guru penduduk lokal. Mereka para guru kuliah di Bawean. Juga ada sebgaian kuliah luar Bawean,” paparnya. 

Pada tahun 2021 dirinya pun ikut tes Kepala Sekolah dan lolos ditempatkan di Upt 358 Gresik hingga sekarang tahun 2022.

Imam berharap, kendati kini sudah terbantu fasilitas penyebrangan Bawean – Gili. Namun belum berjalan maksimal. Pemerintah harus menegaskan, sopir itu  dibayar siapa?. Juga terkait sosialisasi ke sekolah dan puskesmas juga belum masif. Banyak guru dan tenaga medis belum merasakan adanya perahu rintisan pembantu guru dan tenaga medis itu. 

“Kalau ada Moment saja perahu bisa digunakan. Kasihan juga kalau tidak jelas. Seyogiyanya sopir diberikan seragam, sekaligus diangkat diperkerjakan pemerintah itu kan jelas. Serta berharap akses ke Gili semakin muda dan murah. Tidak hanya guru juga masyarakat Bawean ke Gili begitu sebaliknya. Anak pemuda Gili kalau tidak memiliki uang Rp 100 ribu tidak akan ke Bawean. Karena akses kesana, butuh banyak biaya. 

“Rp 50 ribu perahu Gili Timur -Bawean PP, belum nanti ongkos kendaraan ke Sangkapura,” imbuhnya. (faiz/aam)

Rekomendasi Berita

Advertisement

Terpopuler

spot_img